semoga paper yang sangat sederhana ini bisa bermanfaat bagi kita semua, amin
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum, HAM, dan Demokrasi Dalam islam berisi
tentang penjelasan konsep-konsep hukum islam, HAM menurut islam dan demokrasi
dalam Islam meliputi prinsip bermusyawarah dan prinsip dalam ijma’. HAM dan
Demokrasi merupakan konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial yang dilahirkan dari
sejarah peradaban manusia di seluruh penjuru dunia. HAM dan demokrasi juga
dapat dimaknai sebagai hasil perjuangan manusia untuk mempertahankan dan
mencapai harkat kemanusiaannya, sebab hingga saat ini hanya konsepsi HAM dan
demokrasilah yang terbukti paling mengakui dan menjamin harkat
kemanusiaan.Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan seperangkat hak
yang menjamin derajatnya sebagai manusia. Hak-hak inilah yang kemudian disebut
dengan hak asasi manusia, yaitu hak yang diperoleh sejak kelahirannya sebagai
manusia yang merupakan karunia Sang Pencipta.
Karena setiap manusia diciptakan kedudukannya
sederajat dengan hak-hak yang sama, maka prinsip persamaan dan kesederajatan
merupakan hal utama dalam interaksi sosial. Namun kenyataan menunjukan bahwa
manusia selalu hidup dalam komunitas sosial untuk dapat menjaga derajat
kemanusiaan dan mencapai tujuannya. Hal ini tidak mungkin dapat dilakukan
secara individual. Akibatnya, muncul struktur sosial. Dibutuhkan kekuasaan
untuk menjalankan organisasi sosial tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertiam Hukum Dalam Islam
Hukum Islam
adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang kini terdapat
dalam Al Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya melalui
Sunnah beliau yang kini terhimpun dengan baik dalam kitab-kitab hadits.
Terdapat perbedaan pendapat antara ulama ushul fiqh dan ulama fiqh dalam
memberikan pengertian hukum syar’i karena berbedanya sisi pandang mereka. Ulama
fiqh berpendapat bahwa hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh tuntutan yaitu
wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. Sedangkan ulama ushul fiqh mengatakan
bahwa yang disebut hukum adalah dalil itu sendiri. Mereka membagi hukum
tersebut kepada dua bagian besar yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i. Hukum
taklifi berbentuk tuntutan dan pilihan yang disebut dengan wajib, sunnat,
haram, makruh dan mubah.
Dan hukum
wadh’i terbagi kepada lima macam yaitu sabab, syarat, mani’, shah dan bathal.
Masyarakat Indonesia disamping memakai istilah hukum Islam juga menggunakan
istilah lain seperti syari’at Islam, atau fiqh Islam. Istilah-istilah tersebut
mempunyai persamaan dan perbedaan. Syari’at Islam sering dipergunakan untuk
ilmu syari’at dan fiqh Islam dipergunakan istilah hukum fiqh atau kadang-kadang
hukum Islam, yang jelas antara yang satu dengan yang lain saling terkait
B. Sumber Hukum
dalam Islam
Ada 2 sumber hukum dalam islam yaitu
1. Al-Qur’an sebagai sumber hukum
2. Definisi: al-Qur’an adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada Muhammad dalam bahasa Arab yang berisi
khitab Allah dan berfungsi sebagai pedoman bagi umat Islam.
Tiga Fungsi: sebagai petunjuk bagi
umat manusia, yang berupa:
a. doktrin atau pengetahuan tentang struktur
kenyataan dan posisi manusia di dalamnya, seperti: petunjuk moral dan hukum
yang menjadi dasar syari’at, metafisika tentang Tuhan dan kosmologi alam, dan
penjelasan tentang sejarah dan eksistensi manusia.
b. Ringkasan sejarah manusia baik para raja,
orang-orang suci, nabi,kaum
c. Mukjizat, yaitu kekuatan yang berbeda dengan
apa yang dipelajari.
3. Penjelasan Al-Qur’an:
a.
Ijmali
(global): yaitu penjelasan yang masih memerlukan penjelasan lebih
lanjut dalam pelaksanaannya. Contoh: masalah shalat, zakat
b. Tafshili (rinci): yaitu keterangannya jelas dan
sempurna, seperti masalah akidah, hukum waris dan sebagainya.
c. Kategori Ayat Hukum dan Ayat Non-hukum:
berdasarkan kandungan ayat, jika mengandung ketetapan hukum maka disebut dengan
ayat hukum dan dapat menjadi dalil fiqh. Dalalah atau petunjuk al-Qur’an
dibagi dua:
1. Qat’y (definitive text): lafal yang mengandung
pengertian tunggal dan tidak bisa dipahami dengan makna lainnya. Lafal
ini tidak membutuhkan ijtihad dan takwil.
2. Zanny (speculative text): lafal yang mengandung
pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk ditakwil, dan dapat menerima
ijtihad.
4. Hadis sebagai sumber Hukum:
Definisi: Hadis
adalah penuturan sahabat tentang Rasulullah baik mengenai
perkataan, perbuatan, dan taqrirnya.
Keshahihan
Hadis: Hadis yang dapat digunakan sebagai sumber adalah hadis yang sahih
dan hasan. Hadis dha’if tidak dapat dipakai sebagai sumber hukum. Sebagian
ulama membolehkan menggunakan hadis dha’if sebagai dalil dengan syarat:
1. Kedha’ifanya tidak terlalu lemah
2. Memiliki beberapa jalur sanad
3. Tidak mengatur masalah yang pokok, hanya sampai
hukum sunnah atau makruh.
Penentuan kesahihan hadis dibuat oleh ulama
sehingga terjadi perbedaan pendapat.
C. Tujuan Hukum
Islam
Tujuan hukum
islam secara umum adalah Dar-ul mafaasidiwajalbul mashaalihi (mencegah
terjadinya kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan). Abu Ishaq As-Sathibi
merumuskan lima tujuan hukum islam:
1. Memelihara
agama
Agama adalah sesuatu yang harus dimilki oleh
setiap manusia oleh martabatnyadapat terangkat lebih tinggi dan martabat
makhluk lain danmemenuhi hajat jiwanya. Agama islam memberi perlindungan kepada
pemeluk agam lain untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya.
2. Memelihara jiwa
Menurut hukum islam jiwa harus dilindungi.
Hukum islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan
kehidupannya. Islam melarang pembunuhan sebagai penghilangan jiwa manusia dan
melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan
kemaslahatannya hidupnya (Qs.6:51,17:33)
3. Memelihara akal
Islam mewajibkan seseorang untuk memlihara
akalnya, karena akal mempunyai peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan
manusia. Seseorang tidak akan dapat menjalankan hukum islam dengan baik dan
benar tanpa mempergunakan akal sehat. (QS.5:90)
4. Memelihara
keturunan
Dalam hukum islam memlihara keturunan adalah
hal yang sangat penting. Karena itu, meneruskan keturunan harus melalui
perkawinan yang sah menurut ketentuan Yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
dan dilarang melakukan perzinahaan.(qs4:23)
5. Memlihara harta
Menurut ajaran islam harta merupakan pemberian
Allah kepada manusia untuk kelangsungan hidup mereka. Untuk itu manusia sebagai
khalifah di bumi dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang
halal, sah menurut hukum dan benar menurut aturan moral. Jadi huku slam
ditetapkan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri, baik
yang bersifat primer, sekunder, maupun tersier (dloruri, haaji, dan tahsini).
D. Hak asasi
manusia
Hak asasi
manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh tuhan yang maha
pencipta(hak-hak yang bersifat kodrati.) oleh karena itu, tidak ada kekuasaan
apapun yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian, bukan berarti manusia daengan
hak-haknya dapat berbuat semauny, sebab apabila seseorang melakukan sesuatu
yang dapat dikatagorikan memperkosa atau merampas hak asasi orang lain, harus
mempertangung jawabkan perbuatanya.
Hak asasi yang
dimiliki oleh manusia telah dideklerasikan oleh ajaran islam jauh sebelum
masyarakat(Barat) mengenalnya, melalui berbagai ayat Al-Qur’an misalnya manusia
tidak dibedakan berdasarkan warna kulitnya, rasnya tingkat sosialnya. Allah
menjamin dan memberi kebebasan pada manusia untuk hidup dan merasakan
kenikmatan dari kehidupan, bekerja dan menikmati hasil usahanya, memilih agama
yang diyakininya.
1. Musyawarah
Kedaulatan
mutlak dan Keesaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan
manusia yang terkandung dalam konsep kilafah memberikan kerangka yang dengannya
para cendikiawan belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu yang dapat
dianggap demokratis.
Dalam
penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual islam, bayak perhatian
diberikan pada beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan politik. Demokrasi
islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep islami yang sudah
lama berakar, yaitu musyawarah, konsensus (ijma’) dan ijtihad. Masalah
musyawarah ini dengan jelas telah disebutkan dalam QS. 42:28, yang berisi
perintah kepada para pemimpin dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan urusan
mereka yang dipimpinnya dengan cara bermusyawarah. Dengan, demikian, tidak akan
terjadi kesewenang-wenangan dari seorang pemimpi terhadap rakyat yang
dipimpinnya.
2. Konsensus Atau Ijma’
Disamping
musyawarah, ada hal lain yang sangat penting dalam masalah demokrasi, yakni
consensus atau ijma’. Konsep consensus memberikan dasar bagi penerima system
yang mengakui suara mayoritas.
Selain syura dan
ijma’ ada konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi islam, yaitu
ijtihad. Ini merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Allah, berkaitan
debgan tempat dan waktu.
Dalam
pengertian politik murni, Muhammad iqbal dalam tulisanya menegaskan tentang
hubungan anatara consensus, demokratisasi, dan ijtihad, bahwa tumbuhnya
semangat legislatif di Negara – Negara muslim merupakan langkah awal yang
besar. Pengalihan wewenang ijtihad dan individu-individu berbagai madzab kepada
suatu majelis legislatif muslim yang dalam kondisi kemajemukan madzabmerupakan
satu-satunya bentuk ijma’ yang dapat diterima di zaman modern, akan terjamin
kontribusi dalam pembahasan hukum dari kalangan rakyat yang memliki wawasan
yang tajam.
E. HAM dalam
pandangan Islam dan Barat
Hukum menurut
Islam adalah hukum yang ditetapkan Allah melalui wahyu-Nya, dalam Al-Quran
dijelaskan nabi Muhammad saw sebagai rasulnya melalui sunah beliau yang kini
terhimpun dengan baik dalam al-qur’an dan hadist. HAM terbagi menjadi 2
HAM Menurut barat dan menurut islam.
HAM barat
bersifat anthroposentris: segala sesuatu berpusat pada manusia sehingga
menempatkan manusia sebagai tolak ukur segala sesuatu. HAM islam bersifat
theosentris: segala sesuatu berpusat pada Allah. Dalam konsep demokrasi modern,
kedaulatan rakyat merupakan inti dari demokrasi sedang demokrasi islam meyakini
bahwa kedaulatan Allah-lah yang menjadi inti dari demokrasi.
PANDANGAN ISLAM TERHADAP HAK ASASI MANUSIA
Hak Azasi Manusia (HAM) merupakan suatu hal yang fundamental,
sensitif dan kontroversial. Selama beberapa dekade, isu-isu hak azasi manusia
telah menjadi perdebatan menarik di kalangan pemikir modern baik di bidang
politik maupun hukum. Hal ini berdasar kepada kecenderungan munculnya isu-isu
hak azasi manusia bukan hanya dipengaruhi oleh anasir-anasir politik dan hukum
melainkan juga agama dan budaya.
Terbentuknya
konsensus internasional tentang Universal Declaration of Human
Rights pada 10 Desember 1948 hanya dimotori oleh sekelompok negara
pemenang perang setelah berakhirnya Perang Dunia II yaitu AS, Perancis dan
Inggris. Hal ini memperkuat pandangan bahwa isu-isu hak azasi manusia tidak
saja terkait dengan persoalan krusial menyangkut aspek-aspek dan standar
universalitas hak azasi manusia, tetapi juga terkait dengan latar belakang
pembentukannya untuk menciptakan
perdamaian dunia.
Islam dan Hak Azasi Manusia
Bagi
sebagian besar muslim, Islam difahami bukan semata-mata merupakan agama yang
mengajarkan tentang kesadaran untuk tunduk kepada Tuhan yang diwujudkan dalam
kegiatan ritual semata, akan tetapi mengajarkan pula pedoman hidup untuk saling
menghormati dan menghargai antar sesama manusia. Islam merupakan agama wahyu
karena di dalamnya syarat dengan muatan-muatan norma-norma hukum berdasar
kepada kehendak Tuhan, agar manusia dapat menjunjung tinggi persamaan derajat
kemanusiaannya.
Munculnya
kesadaran eklusif dalam menjalankan ajaran Islam, tidak dapat disangkal telah
memunculkan corak penerimaan Islam lebih dari sekedar sistem keyakinan terhadap
Tuhan, tetapi juga merupakan suatu sistem hukum yang universal. Norma-norma
ideal dalam ajaran Islam lebih banyak difahami sebagai kumpulan norma hukum
yang sebagian atau seluruhnya berasal dari kehendak Tuhan, sedangkan manusia
hanya menjadi komponen yang melaksanakan hukum Tuhan.
Contoh konkret Pandangan Pembelaan Islam Terhadap
HAM
1.
Kebebasan Berpendapat
Al
Qur’an memerintahkan kepada manusia agar
berani menggunakan akal pikiran mereka terutama untuk menyatakan pendapat
mereka yang benar. Perintah ini secara khusus ditujukan kepada manusia yang
beriman agar berani menyatakan kebenaran. Agama Islam sangat menghargai akal
pikiran. Oleh karena itu, setiap manusia sesuai dengan martabat dan fitrahnya
sebagai makhluk yang berfikir mempunyai hak untuk menyatakan pendapatnya dengan
bebas, asal tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Q.S
Ali Imran (3) ayat 110. Artinya : “...Kamu adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar…”
2.Kebebasan beragama
Islam
telah menerapkanPrinsip kebebasan beragama ini .dengan jelas disebutkan dalam
Al Qur’an surat Al-Baqarah (2) ayat 256. Artinya : “Tidak ada
paksaan untuk memasuki agama Islam…” Dan Q.S Al Kafirun (109) ayat 6.
Artinya : “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”
Dari
ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa agama Islam sangat menjunjung tinggi
kebebasan beragama.
3.Hak jaminan sosial
Di
dalam Al Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat yang menjamin tingkat dan kualitas
hidup bagi seluruh masyarakat. Ajaran tersebut antara lain adalah kehidupan
fakir miskin harus diperhatikan oleh masyarakat, terutama oleh mereka yang
punya. Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya berputar di antara orang-orang
yang kaya saja. Seperti dinyatakan Allah dalam Al Qur’an surat Az-Zariyat
(51) ayat 19. Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk
orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.”
Q.S
Al Ma’arij (70) ayat 24.
Artinya : “ Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu.”
Dalam
Al Qur’an juga disebutkan dengan jelas perintah bagi umat Islam untuk
menunaikan zakat. Tujuan zakat antara lain adalah untuk melenyapkan kemiskinan
dan menciptakan pemerataan pendapatan bagi segenap anggota masyarakat. Apabila
jaminan sosial yang ada dalam Al Qur’an diperhatikan dengan jelas sesuai dengan
Pasal 22 dari Universal Declaration of Human Rights, yang menyebutkan “Sebagai
anggota masyarakat, setiap orang mempunyai hak atas jaminan sosial…”
4.Hak atas harta benda
Dalam
hukum Islam hak milik seseorang sangat dijunjung tinggi. Sesuai dengan harkat
dan martabat, jaminan dan perlindungan terhadap milik seseorang merupakan
kewajiban penguasa. Oleh karena itu, siapapun juga bahkan penguasa sekalipun,
tidak diperbolehkan merampas hak milik orang lain, kecuali untuk kepentingan
umum, menurut tatacara yang telah ditentukan lebih dahulu. Allah telah
memberikan sanksi yang berat terhadap mereka yang telah merampas hak orang
lain, sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Maidah (5) ayat 38. Artinya
: “Laki-laki yang mecuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah
…”
PANDANGAN
ISLAM TERHADAP DEMOKRASI
Islam merupakan agama yang rahmatan lil 'alamin, sebagai
rahmat bagi seluruh alam semesta. Al-Qur'an dan al-Sunnah adalah sumber utama
dalam agama ini dan terhadap hal-hal yang tidak diterangkan secara eksplisit
dalam dua sumber tersebut umat Islam diperbolehkan untuk berinisiatif
(ber-ijtihad) guna menemukan ketentuan hukum .
Hadits
Rasulullah yang dijadikan sebagai landasan untuk berijtihad ini telah banyak
dikenal oleh kaum muslimin; yaitu hadits yang membicarakan tentang peristiwa
diutusnya Mua'dz bin Jabal. Ketika rasulullah akan mengutus Mu'adz bin Jabal
untuk menjadi Gubernur di Yaman beliu bertanya kepada Mu'adz: "Apabila
dihadapkan kepadamu suatu kasus hukum, bagaimana anda memutuskannya?".
Mu'adz menjawab: "Saya akan memutuskannya berdasarkan al-Qur'an".
Rasul bertanya lagi: "Jika tidak ada dalam al-Qur'an?". Mu'adz
menjawab: "Dengan Sunnah Rasulullah". Rasul bertanya lagi: "
Jika dalam Sunnah Rasul juga tidak ada ?". Mu'adz menjawab: " Saya
akan berijtihad (berinisiatif) dengan pendapatku". Kemudian rasulullah
menepuk-nepuk dadanya, seraya berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah
memberikan petunjuk kepada
utusan Rasulullah terhadap jalan yang diridhaiNya."
utusan Rasulullah terhadap jalan yang diridhaiNya."
Hadits tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa apabila al-Qur'an dan al-Sunnah tidak menerangkan secara eksplisit tentang sesuatu hukum maka diperbolehkan kepada kaum muslimin untuk melakukan ijtihad. Jadi, berijtihad dengan mempergunakan akal pikiran yang sehat dalam permasalahan hukum Islam, yang pada hakekatnya merupakan pemikiran falsafah itu diperbolehkan oleh rasul.
Dan pada saat sekarang ini, dimana masyarakat telah dan akan selalu mengalami perubahan baik berupa perubahan tatanan sosial, politik, budaya, ekonomi dan lain sebagainya, nampaknya ijtihad sudah menjadi kebutuhan kaum muslimin dalam rangka menjawab persoalan-persoalan hukum kotemporer dengan syarat bahwa para mujtahid harus selalu memperhatikan maqasidal-Shari'ah, tujuan-tujuan syari'at yang diantaranya dimaksudkan untuk memelihara kemashlahatan ummat manusia secara keseluruhan.
Diantara masalah-masalah kontemporer yang sering diperbincangkan orang dan pemah ditanyakan kepada Dr. Yusuf al-Qardhawi adalah masalah demokrasi. Karena ada sebagian aktivis Muslim yang mengaku mempunyai komitmen tinggi terhadap agama dan bergabung dalam beberapa jama'ah Islamiyah mengatakan bahwa demokrasi adalah berlawanan dengan Islam, karena demokrasi adalah pemerintahan rakyat terhadap rakyat, padahal menurut mereka rakyat bukanlah pihak yang memerintah, tetapi hanya Allah-lah yang memerintah dan memutuskan.
Terhadap pertanyaan tersebut Yusuf al-Qardhawi menyatakan bahwa sungguh aneh apabila sebagian orang menyatakan bahwa demokrasi adalah suatu kemungkaran dan kekafiran yang nyata, padahal mereka belum, bahkan tidak mengetahui persis hakekat dan esensi demokrasi. Dan mereka hanya mengetahui kulit luarnya saja .
Sementara itu ada pendapat lain menyatakan bahwa sebagai sebuah konsep dan sekaligus juga prinsip, syura dalam Islam tidak berbeda dengan demokrasi. Baik syura maupun demokrasi muncul dari bahwa pertimbangan kolektif lebih mungkin melahirkan hasil yang adil dan masuk akal bagi kebaikan bersama daripada pilihan individual. Dan juga tidak ditemukan indikator bahwa syura sebagai atau tidak sesuai dengan elemen-elemen dasar dari sebuah sistim demokratis.
Persoalan ini betul-betul memerlukan penjelasan yang tuntas dan tegas dari "ulama moderat" yang tidak ekstrim dan tidak pula lalai. Sehingga persoalan bisa didudukkan pada proporsinya yang benar dan Islam tidak lagi dibebani oleh berbagai macam penafsiran yang tidak benar, walaupun hal itu dilontarkan oleh sebagian ulama yang bagaimanapun mereka adalah manusia yang bisa salah dan bisa juga benar . Dan untuk menanggapi masalah tersebut, dalam makalah ini akan diuraikan tentang persoalan-persoalan yang berkaitan dengan demokrasi dan akan dikaitkan dengan esensi syari'at Islam, sehingga dapat disimpulkan tepat tidaknya menggemakan konsep demokrasi sebagai bagian dari interpretasi syura.
Sikap Islam terhadap demokrasi
Islam
adalah agama egalitarian yang tidak membedakan manusia berdasarkan suku,
bangsa, agama, ras dan keturunan. Jika terjadi ketidaksamaan diantara mereka,
hanya semata-mata karena ketakwaan atau moralitas mereka.
Secara
spesifik, dalam Islam tidak menyebutkan adanya demokrasi, tetapi nilai dan
prinsip Islam mendukung gagasan universal tentang demokrasi.
Misalnya
dalam prinsip Islam yaitu:
1.
‘Adl (Keadilan)
2.
Syura (musyawarah)
3.
Musawwah (kesetaraan).
Ketiga
prinsip itu tidak hanya cocok dengan demokrasi, tetapi jika ditafsirkan secara
benar, dalam dirinya sendiri sudah mengandung sebuah bentuk demokrasi.
Sehingga, demokrasi adalah sarana terbaik untuk mewujudkan cita-cita
kemanusiaan dan cita-cita kemasyarakatan Islam. Prinsip-prinsip itu dapat
diimpelemtasikan di seluruh wilayah publik, akan tetapi kebanyakan
ilmuwan Muslim membatasinya pada wilayah politik (siyasah).
hukum).
Semua individu bebas melakukan apa saja tanpa
Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia,
partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan hukum. Dari
sini kemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti egalite (persamaan),
equality (keadilan), liberty (kebebasan), human right (hak asasi
manusia), dst. Di dalam Islam Demokrasi ini masih menjadi bahan
perdebatan diantara para Ulama dan intelektual Islam, untuk memposisikan
Demokrasi secara tepat kita lihat dulu prinsip-prinsip Demokrasi dari pandangan
para ulama, yaitu : Menurut Sadek, J. Sulayman, dalam demokrasi terdapat
sejumlah prinsip yang menjadi standar baku. Di antaranya :
a.
Kebebasan berbicara setiap warga negara.
b.
Pelaksanaan pemilu untuk menilai apakah pemerintah
yang berkuasa layak didukung kembali atau harus diganti.
c.
Kekuasaan dipegang oleh suara mayoritas tanpa
mengabaikan kontrol minoritas
d.
Peranan partai politik yang sangat penting sebagai
wadah aspirasi politik rakyat.
e.
Pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif.
f.
Supremasi hukum (semua harus tunduk pada boleh
dibelenggu
Persamaan
dan Perbedaan antara Islam dan Demokrasi
Biasanya,
setiap prinsip buatan manusia lemah. Jadi, sudah sewajarnya jika demokrasi
memiliki cacat. Itulah yang membuatnya berbeda dengan syura Islam. Dalam hal
persamaan dan perbedaan antara Islam dengan demokrasi, ada pandangan yang bagus
dan seimbang dari salah seorang pemikir Islam dari Mesir, Dr. Dhiyauddin ar
Rais.
Persamaan
antara Islam dan Demokrasi
Dr. Dhiyauddin ar Rais mengatakan, Ada beberapa persamaan
yang mempertemukan Islam dan demokrasi. Namun, perbedaannya lebih banyak.
Persamaannya menyangkut pemikiran sisstem politik tentang hubungan antara umat
dan penguasa serta tanggung jawab pemerintahan. Akhirnya, ar Rais sampai pada
kesimpulan bahwa antara Islam dan demokrasi tidak hanya memiliki persamaan di
bidang politik. Lebih dari itu, unsur-unsur yang terkandung dalam demokrasi dan
keistimewaannya pun sudah terkandung di dalam Islam. Dalam menerangkan hal itu,
dia mengatakan, Jika yang dimaksud dengan demokrasi seperti definisi Abraham
Lincoln: dari rakyat dan untuk rakyat pengertian itu pun ada di dalam sistem
negara Islam dengan pengecualian bahwa rakyat harus memahami Islam secara
komprehensif. Jika maksud demokrasi adalah adanya dasar-dasar politik atau
sosial tertentu (misalnya, asas persamaan di hadapan undang-undang, kebebasan
berpikir dan berkeyakinan, realisasi keadilan sosial, atau memberikan jaminan
hak-hak tertentu, seperti hak hidup dan bebas mendapat pekerjaan). Semua hak
tersebut dijamin dalam Islam
Jika
demokrasi diartikan sebagai sistem yang diikuti asas pemisahan kekuasaan, itu
pun sudah ada di dalam Islam. Kekuasaan legislatif sebagai sistem terpenting
dalam sistem demokrasi diberikan penuh kepada rakyat sebagai satu kesatuan dan
terpisah dari kekuasaan Imam atau Presiden. Pembuatan Undang-Undang atau hukum
didasarkan pada alQuran dan Hadist, ijma, atau ijtihad. Dengan demikian,
pembuatan UU terpisah dari Imam, bahkan kedudukannya lebih tinggi dari Imam.
Adapun Imam harus menaatinya dan terikat UU. Pada hakikatnya, Imamah
(kepemimpinan) ada di kekuasaan eksekutif yang memiliki kewenangan independen
karena pengambilan keputusan tidak boleh didasarkan pada pendapat atau
keputusan penguasa atau presiden, jelainkan berdasarka pada hukum-hukum syariat
atau perintah Allah Swt.
Perbedaan
antara Islam dan Demokrasi
Menurut
Dhiyauddin ar Rais, ada tiga hal yang membedakan Islam dan demokrasi. Pertama,
dalam demokrasi yang sudah populer di Barat, definisi bangsa atau umat dibatasi
batas wilayah, iklim, darah, suku-bangsa, bahasa dan adat-adat yang
mengkristal. Dengan kata lain, demokrasi selalu diiringi pemikiran nasionalisme
atau rasialisme yang digiring tendensi fanatisme. Adapun menurut Islam, umat
tidak terikat batas wilayah atau batasan lainnya. Ikatan yang hakiki di dalam
Islam adalah ikatan akidah, pemikiran dan perasaan. Siapa pun yang mengikuti
Islam, ia masuk salah satu negara Islam terlepas dari jenis, warna kulit,
negara, bahasa atau batasan lain. Dengan demikian, pandangan Islam sangat
manusiawi dan bersifat internasional. Kedua, tujuan-tujuan demokrasi modern
Barat atau demokrasi yang ada pada tiap masa adalah tujuan-tujuan yang bersifat
duniawi dan material. Jadi, demokrasi ditujukan hanya untuk kesejahteraan umat
(rakyat) atau bangsa dengan upaya pemenuhan kebutuhan dunia yang ditempuh
melalui pembangunan, peningkatan kekayaan atau gaji. Adapun demokrasi Islam
selain mencakup pemenuhan kebutuhan duniawi (materi) mempunyai tujuan spiritual
yang lebih utama dan fundamental. Ketiga, kedaulatan umat (rakyat) menurut
demokrasi Barat adalah sebuah kemutlakan. Jadi, rakyat adalah pemegang
kekuasaan tertinggi tanpa peduli kebodohan, kezaliman atau kemaksiatannya.
Namun dalam Islam, kedaulatan rakyat tidak mutlak, melainkan terikat dengan
ketentuan-ketentuan syariat sehingga rakyat tidak dapat bertindak melebihi
batasan-batasan syariat, alQuran dan asSunnah tanpa mendapat sanksi.
Menurut
Islam, kekuasaan tertinggi bukan di tangan penguasa karena Islam tidak sama
dengan paham otokrasi. Kekuasaan bukan pula di tangan tokoh-tokoh agamanya
karena Islam tidak sama dengan teokrasi. Begitupun bukan di tangan UU karena
Islam tidak sama dengan nomokrasi atau di tangan umat karena Islam bukan
demokrasi dalam pengertian yang sempit. Jawabannya, kekuasaan tertinggi dalam
Islam sangat nyata sebagai perpaduan dua hal, yaitu umat dan undang-undang atau
syariat Islam. Jadi, syariat pemegang kekuasaan penuh dalam negara Islam. Dr.
Dhiyauddin ar Rasi menambahkan, jika harus memakai istilah demokrasi tanpa
mengabaikan perbedaan substansialnya sistem itu dapat disebut sebagai demokrasi
yang manusiawi, menyeluruh (internasional), religius, etis, spiritual,
sekaligus material. Boleh pula disebut sebagai demokrasi Islam atau menurut al
Maududy demokrasi teokrasi.
Demokrasi
seperti itulah yang dipahami aktivis Islam termasuk Ikhwanul Muslimun saat
terjun di dalam kehidupan politik dan bernegara di negara demokrasi. Ustadz
Mamun al Hudhaibi hafizhahullah pernah ditanya pandangan Ikhwan tentang
demokrasi dan kebebasan individu. Katanya, Jika demokrasi berarti rakyat
memilih orang yang akan memimpin mereka, Ikhwan menerima demokrasi. Namun, jika
demokrasi berarti rakyat dapat mengubah hukum-hukum Allah Swt dan mengikuti
kehendak mereka, Ikhwan menolak demokrasi. Ikhwan hanya mau terlibat dalam
sistem yang memungkinkan syariat Islam diberlakukan dan kemungkaran dihapuskan.
Menolong, meskipun sedikit, masih lebih baik daripada tidak menolong. Mengenai
kebebasan individu, Ikhwan menerima kebebasan individu dalam batas-batas yang
dibolehkan Islam. Namun, kebebasan individu yang menjadikan muslimah memakai
pakaian pendek, minim dan atau seperti pria adalah haram dan Ikhwan tidak akan
toleran dengan hal itu.
DAFTAR PUSTAKA
·
http://serbamakalah.blogspot.com/2013/03/hukum-ham-dan-demokrasi-dalam-islam_6683.html 18
Oktober 2013 pukul 08.30 WIB
·
http://auhafiqah.blogspot.com/2013/03/pandangan-islam-terhadap-hak-asasi.html 18 Oktober
2013 pukul 08.40 WIB
·
http://blogchichiaisya.blogspot.com/2013/05/pandangan-islam-tentang-demokrasi-yuk.html 18 Oktober 2013 pukul 09.10 WIB
·
http://fillah.wordpress.com/2007/06/25/persamaan-dan-perbedaan-sistem-politik-islam-dan-demokrasi/ 18
Oktober 10.00 WIB
The world's biggest gambling site - Lucky Club Live
BalasHapusA new place to play for real money is being built. Bet365 is a new betting site in the UK. They are currently offering a £10 luckyclub.live minimum deposit and £20 free bet on