Jumat, 28 Maret 2014

Hukum,Ham dan Demokrasi dalam Islam


semoga paper yang sangat sederhana ini bisa bermanfaat bagi kita semua, amin

 
BAB I
 PENDAHULUAN

Hukum, HAM, dan Demokrasi Dalam islam berisi tentang penjelasan konsep-konsep hukum islam, HAM menurut islam dan demokrasi dalam Islam meliputi prinsip bermusyawarah dan prinsip dalam ijma’. HAM dan Demokrasi merupakan konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial yang dilahirkan dari sejarah peradaban manusia di seluruh penjuru dunia. HAM dan demokrasi juga dapat dimaknai sebagai hasil perjuangan manusia untuk mempertahankan dan mencapai harkat kemanusiaannya, sebab hingga saat ini hanya konsepsi HAM dan demokrasilah yang terbukti paling mengakui dan menjamin harkat kemanusiaan.Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan seperangkat hak yang menjamin derajatnya sebagai manusia. Hak-hak inilah yang kemudian disebut dengan hak asasi manusia, yaitu hak yang diperoleh sejak kelahirannya sebagai manusia yang merupakan karunia Sang Pencipta.
Karena setiap manusia diciptakan kedudukannya sederajat dengan hak-hak yang sama, maka prinsip persamaan dan kesederajatan merupakan hal utama dalam interaksi sosial. Namun kenyataan menunjukan bahwa manusia selalu hidup dalam komunitas sosial untuk dapat menjaga derajat kemanusiaan dan mencapai tujuannya. Hal ini tidak mungkin dapat dilakukan secara individual. Akibatnya, muncul struktur sosial. Dibutuhkan kekuasaan untuk menjalankan organisasi sosial tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertiam Hukum Dalam Islam
Hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang kini terdapat dalam Al Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya melalui Sunnah beliau yang kini terhimpun dengan baik dalam kitab-kitab hadits. Terdapat perbedaan pendapat antara ulama ushul fiqh dan ulama fiqh dalam memberikan pengertian hukum syar’i karena berbedanya sisi pandang mereka. Ulama fiqh berpendapat bahwa hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh tuntutan yaitu wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. Sedangkan ulama ushul fiqh mengatakan bahwa yang disebut hukum adalah dalil itu sendiri. Mereka membagi hukum tersebut kepada dua bagian besar yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i. Hukum taklifi berbentuk tuntutan dan pilihan yang disebut dengan wajib, sunnat, haram, makruh dan mubah.
Dan hukum wadh’i terbagi kepada lima macam yaitu sabab, syarat, mani’, shah dan bathal. Masyarakat Indonesia disamping memakai istilah hukum Islam juga menggunakan istilah lain seperti syari’at Islam, atau fiqh Islam. Istilah-istilah tersebut mempunyai persamaan dan perbedaan. Syari’at Islam sering dipergunakan untuk ilmu syari’at dan fiqh Islam dipergunakan istilah hukum fiqh atau kadang-kadang hukum Islam, yang jelas antara yang satu dengan yang lain saling terkait

B.     Sumber Hukum dalam Islam
  Ada 2 sumber hukum dalam islam yaitu
1.      Al-Qur’an sebagai sumber hukum
2.   Definisi: al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad dalam bahasa    Arab yang berisi khitab Allah dan berfungsi sebagai pedoman bagi umat Islam.
Tiga   Fungsi: sebagai petunjuk bagi umat manusia, yang berupa:
a.       doktrin atau pengetahuan tentang struktur kenyataan dan posisi manusia di dalamnya, seperti: petunjuk moral dan hukum yang menjadi dasar syari’at, metafisika tentang Tuhan dan kosmologi alam, dan penjelasan tentang sejarah dan eksistensi manusia.
b.      Ringkasan sejarah manusia baik para raja, orang-orang suci, nabi,kaum
c.       Mukjizat, yaitu kekuatan yang berbeda dengan apa yang dipelajari.

3.      Penjelasan Al-Qur’an:
a.       Ijmali (global): yaitu penjelasan yang masih memerlukan penjelasan lebih   lanjut dalam  pelaksanaannya. Contoh: masalah shalat, zakat
b.      Tafshili (rinci): yaitu keterangannya jelas dan sempurna, seperti masalah akidah, hukum waris dan sebagainya.
c.       Kategori Ayat Hukum dan Ayat Non-hukum: berdasarkan kandungan ayat, jika mengandung ketetapan hukum maka disebut dengan ayat hukum dan dapat menjadi dalil fiqh.  Dalalah atau petunjuk al-Qur’an dibagi dua:
1.      Qat’y (definitive text): lafal yang mengandung pengertian tunggal dan tidak  bisa dipahami dengan makna lainnya. Lafal ini tidak membutuhkan ijtihad dan takwil.
2.      Zanny (speculative text): lafal yang mengandung pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk ditakwil, dan dapat menerima ijtihad.

4.      Hadis sebagai sumber Hukum:
Definisi: Hadis adalah penuturan sahabat tentang Rasulullah baik mengenai   perkataan, perbuatan, dan taqrirnya.
 Keshahihan Hadis: Hadis yang dapat digunakan sebagai sumber adalah  hadis yang sahih dan hasan. Hadis dha’if tidak dapat dipakai sebagai sumber hukum. Sebagian ulama membolehkan menggunakan hadis dha’if sebagai dalil dengan syarat:
1.      Kedha’ifanya tidak terlalu lemah
2.      Memiliki beberapa jalur sanad
3.      Tidak mengatur masalah yang pokok, hanya sampai hukum  sunnah atau makruh.
Penentuan kesahihan hadis dibuat oleh ulama sehingga terjadi perbedaan pendapat.


C.    Tujuan Hukum Islam
Tujuan hukum islam secara umum adalah Dar-ul mafaasidiwajalbul mashaalihi (mencegah terjadinya kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan). Abu Ishaq As-Sathibi merumuskan lima tujuan hukum islam:
1.        Memelihara agama
Agama adalah sesuatu yang harus dimilki oleh setiap manusia oleh martabatnyadapat terangkat lebih tinggi dan martabat makhluk lain danmemenuhi hajat jiwanya. Agama islam memberi perlindungan kepada pemeluk agam lain untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya.
2.        Memelihara jiwa
Menurut hukum islam jiwa harus dilindungi. Hukum islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Islam melarang pembunuhan sebagai penghilangan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan kemaslahatannya hidupnya (Qs.6:51,17:33)
3.        Memelihara akal
Islam mewajibkan seseorang untuk memlihara akalnya, karena akal mempunyai peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Seseorang tidak akan dapat menjalankan hukum islam dengan baik dan benar tanpa mempergunakan akal sehat. (QS.5:90)
4.        Memelihara keturunan
Dalam hukum islam memlihara keturunan adalah hal yang sangat penting. Karena itu, meneruskan keturunan harus melalui perkawinan yang sah menurut ketentuan Yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dilarang melakukan perzinahaan.(qs4:23)
5.        Memlihara harta
Menurut ajaran islam harta merupakan pemberian Allah kepada manusia untuk kelangsungan hidup mereka. Untuk itu manusia sebagai khalifah di bumi dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal, sah menurut hukum dan benar menurut aturan moral. Jadi huku slam ditetapkan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri, baik yang bersifat primer, sekunder, maupun tersier (dloruri, haaji, dan tahsini).
D.    Hak asasi manusia
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh tuhan yang maha pencipta(hak-hak yang bersifat kodrati.) oleh karena itu, tidak ada kekuasaan apapun yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian, bukan berarti manusia daengan hak-haknya dapat berbuat semauny, sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikatagorikan memperkosa atau merampas hak asasi orang lain, harus mempertangung jawabkan perbuatanya.
Hak asasi yang dimiliki oleh manusia telah dideklerasikan oleh ajaran islam jauh sebelum masyarakat(Barat) mengenalnya, melalui berbagai ayat Al-Qur’an misalnya manusia tidak dibedakan berdasarkan warna kulitnya, rasnya tingkat sosialnya. Allah menjamin dan memberi kebebasan pada manusia untuk hidup dan merasakan kenikmatan dari kehidupan, bekerja dan menikmati hasil usahanya, memilih agama yang diyakininya.
1.      Musyawarah
Kedaulatan mutlak dan Keesaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan manusia yang terkandung dalam konsep kilafah memberikan kerangka yang dengannya para cendikiawan belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu yang dapat dianggap demokratis.
Dalam penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual islam, bayak perhatian diberikan pada beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan politik. Demokrasi islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep islami yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah, konsensus (ijma’) dan ijtihad. Masalah musyawarah ini dengan jelas telah disebutkan dalam QS. 42:28, yang berisi perintah kepada para pemimpin dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan urusan mereka yang dipimpinnya dengan cara bermusyawarah. Dengan, demikian, tidak akan terjadi kesewenang-wenangan dari seorang pemimpi terhadap rakyat yang dipimpinnya.
2.      Konsensus Atau Ijma’
Disamping musyawarah, ada hal lain yang sangat penting dalam masalah demokrasi, yakni consensus atau ijma’. Konsep consensus memberikan dasar bagi penerima system yang mengakui suara mayoritas.
Selain syura dan ijma’ ada konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi islam, yaitu ijtihad. Ini merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Allah, berkaitan debgan tempat dan waktu.
Dalam pengertian politik murni, Muhammad iqbal dalam tulisanya menegaskan tentang hubungan anatara consensus, demokratisasi, dan ijtihad, bahwa tumbuhnya semangat legislatif di Negara – Negara muslim merupakan langkah awal yang besar. Pengalihan wewenang ijtihad dan individu-individu berbagai madzab kepada suatu majelis legislatif muslim yang dalam kondisi kemajemukan madzabmerupakan satu-satunya bentuk ijma’ yang dapat diterima di zaman modern, akan terjamin kontribusi dalam pembahasan hukum dari kalangan rakyat yang memliki wawasan yang tajam.

E.     HAM dalam pandangan Islam dan Barat
Hukum menurut Islam adalah hukum yang ditetapkan Allah melalui wahyu-Nya, dalam Al-Quran dijelaskan nabi Muhammad saw sebagai rasulnya melalui sunah beliau yang kini terhimpun dengan baik dalam al-qur’an dan  hadist. HAM terbagi menjadi 2 HAM Menurut barat dan menurut islam.
HAM barat bersifat anthroposentris: segala sesuatu berpusat pada manusia sehingga menempatkan manusia sebagai tolak ukur segala sesuatu. HAM islam bersifat theosentris: segala sesuatu berpusat pada Allah. Dalam konsep demokrasi modern, kedaulatan rakyat merupakan inti dari demokrasi sedang demokrasi islam meyakini bahwa kedaulatan Allah-lah yang menjadi inti dari demokrasi.

PANDANGAN  ISLAM TERHADAP HAK ASASI MANUSIA

Hak Azasi Manusia (HAM) merupakan suatu hal yang fundamental, sensitif dan kontroversial. Selama beberapa dekade, isu-isu hak azasi manusia telah menjadi perdebatan menarik di kalangan pemikir modern baik di bidang politik maupun hukum. Hal ini berdasar kepada kecenderungan munculnya isu-isu hak azasi manusia bukan hanya dipengaruhi oleh anasir-anasir politik dan hukum melainkan juga agama dan budaya.
Terbentuknya konsensus internasional tentang Universal Declaration of Human Rights pada 10 Desember 1948 hanya dimotori oleh sekelompok negara pemenang perang setelah berakhirnya Perang Dunia II yaitu AS, Perancis dan Inggris. Hal ini memperkuat pandangan bahwa isu-isu hak azasi manusia tidak saja terkait dengan persoalan krusial menyangkut aspek-aspek dan standar universalitas hak azasi manusia, tetapi juga terkait dengan latar belakang
pembentukannya untuk menciptakan perdamaian dunia.

Islam dan Hak Azasi Manusia
Bagi sebagian besar muslim, Islam difahami bukan semata-mata merupakan agama yang mengajarkan tentang kesadaran untuk tunduk kepada Tuhan yang diwujudkan dalam kegiatan ritual semata, akan tetapi mengajarkan pula pedoman hidup untuk saling menghormati dan menghargai antar sesama manusia. Islam merupakan agama wahyu karena di dalamnya syarat dengan muatan-muatan norma-norma hukum berdasar kepada kehendak Tuhan, agar manusia dapat menjunjung tinggi persamaan derajat kemanusiaannya.
Munculnya kesadaran eklusif dalam menjalankan ajaran Islam, tidak dapat disangkal telah memunculkan corak penerimaan Islam lebih dari sekedar sistem keyakinan terhadap Tuhan, tetapi juga merupakan suatu sistem hukum yang universal. Norma-norma ideal dalam ajaran Islam lebih banyak difahami sebagai kumpulan norma hukum yang sebagian atau seluruhnya berasal dari kehendak Tuhan, sedangkan manusia hanya menjadi komponen yang melaksanakan hukum Tuhan.

Contoh konkret Pandangan Pembelaan Islam Terhadap HAM
1.      Kebebasan Berpendapat
Al Qur’an memerintahkan kepada manusia  agar berani menggunakan akal pikiran mereka terutama untuk menyatakan pendapat mereka yang benar. Perintah ini secara khusus ditujukan kepada manusia yang beriman agar berani menyatakan kebenaran. Agama Islam sangat menghargai akal pikiran. Oleh karena itu, setiap manusia sesuai dengan martabat dan fitrahnya sebagai makhluk yang berfikir mempunyai hak untuk menyatakan pendapatnya dengan bebas, asal tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan dapat dipertanggungjawabkan.
 Q.S Ali Imran (3) ayat 110. Artinya : “...Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar…”
2.Kebebasan beragama
Islam telah menerapkanPrinsip kebebasan beragama ini .dengan jelas disebutkan dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah (2) ayat 256. Artinya : “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam…” Dan Q.S Al Kafirun (109) ayat 6. Artinya : “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”  
Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa agama Islam sangat menjunjung tinggi kebebasan beragama.
3.Hak jaminan sosial
Di dalam Al Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat yang menjamin tingkat dan kualitas hidup bagi seluruh masyarakat. Ajaran tersebut antara lain adalah kehidupan fakir miskin harus diperhatikan oleh masyarakat, terutama oleh mereka yang punya. Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya berputar di antara orang-orang yang kaya saja. Seperti dinyatakan Allah dalam Al Qur’an surat Az-Zariyat (51) ayat 19. Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.”

Q.S Al Ma’arij (70) ayat 24. Artinya : “ Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu.”
Dalam Al Qur’an juga disebutkan dengan jelas perintah bagi umat Islam untuk menunaikan zakat. Tujuan zakat antara lain adalah untuk melenyapkan kemiskinan dan menciptakan pemerataan pendapatan bagi segenap anggota masyarakat. Apabila jaminan sosial yang ada dalam Al Qur’an diperhatikan dengan jelas sesuai dengan Pasal 22 dari Universal Declaration of Human Rights, yang menyebutkan “Sebagai anggota masyarakat, setiap orang mempunyai hak atas jaminan sosial…”
4.Hak atas harta benda
Dalam hukum Islam hak milik seseorang sangat dijunjung tinggi. Sesuai dengan harkat dan martabat, jaminan dan perlindungan terhadap milik seseorang merupakan kewajiban penguasa. Oleh karena itu, siapapun juga bahkan penguasa sekalipun, tidak diperbolehkan merampas hak milik orang lain, kecuali untuk kepentingan umum, menurut tatacara yang telah ditentukan lebih dahulu. Allah telah memberikan sanksi yang berat terhadap mereka yang telah merampas hak orang lain, sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Maidah (5) ayat 38. Artinya : “Laki-laki yang mecuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah …”

PANDANGAN ISLAM TERHADAP DEMOKRASI
Islam merupakan agama yang rahmatan lil 'alamin, sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Al-Qur'an dan al-Sunnah adalah sumber utama dalam agama ini dan terhadap hal-hal yang tidak diterangkan secara eksplisit dalam dua sumber tersebut umat Islam diperbolehkan untuk berinisiatif (ber-ijtihad) guna menemukan ketentuan hukum .
Hadits Rasulullah yang dijadikan sebagai landasan untuk berijtihad ini telah banyak dikenal oleh kaum muslimin; yaitu hadits yang membicarakan tentang peristiwa diutusnya Mua'dz bin Jabal. Ketika rasulullah akan mengutus Mu'adz bin Jabal untuk menjadi Gubernur di Yaman beliu bertanya kepada Mu'adz: "Apabila dihadapkan kepadamu suatu kasus hukum, bagaimana anda memutuskannya?". Mu'adz menjawab: "Saya akan memutuskannya berdasarkan al-Qur'an". Rasul bertanya lagi: "Jika tidak ada dalam al-Qur'an?". Mu'adz menjawab: "Dengan Sunnah Rasulullah". Rasul bertanya lagi: " Jika dalam Sunnah Rasul juga tidak ada ?". Mu'adz menjawab: " Saya akan berijtihad (berinisiatif) dengan pendapatku". Kemudian rasulullah menepuk-nepuk dadanya, seraya berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada
utusan Rasulullah terhadap jalan yang diridhaiNya."

Hadits tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa apabila al-Qur'an dan al-Sunnah tidak menerangkan secara eksplisit tentang sesuatu hukum maka diperbolehkan kepada kaum muslimin untuk melakukan ijtihad. Jadi, berijtihad dengan mempergunakan akal pikiran yang sehat dalam permasalahan hukum Islam, yang pada hakekatnya merupakan pemikiran falsafah itu diperbolehkan oleh rasul.

Dan pada saat sekarang ini, dimana masyarakat telah dan akan selalu mengalami perubahan baik berupa perubahan tatanan sosial, politik, budaya, ekonomi dan lain sebagainya, nampaknya ijtihad sudah menjadi kebutuhan kaum muslimin dalam rangka menjawab persoalan-persoalan hukum kotemporer dengan syarat bahwa para mujtahid harus selalu memperhatikan maqasidal-Shari'ah, tujuan-tujuan syari'at yang diantaranya dimaksudkan untuk memelihara kemashlahatan ummat manusia secara keseluruhan.
Diantara masalah-masalah kontemporer yang sering diperbincangkan orang dan pemah ditanyakan kepada Dr. Yusuf al-Qardhawi adalah masalah demokrasi. Karena ada sebagian aktivis Muslim yang mengaku mempunyai komitmen tinggi terhadap agama dan bergabung dalam beberapa jama'ah Islamiyah mengatakan bahwa demokrasi adalah berlawanan dengan Islam, karena demokrasi adalah pemerintahan rakyat terhadap rakyat, padahal menurut mereka rakyat bukanlah pihak yang memerintah, tetapi hanya Allah-lah yang memerintah dan memutuskan.

Terhadap pertanyaan tersebut Yusuf al-Qardhawi menyatakan bahwa sungguh aneh apabila sebagian orang menyatakan bahwa demokrasi adalah suatu kemungkaran dan kekafiran yang nyata, padahal mereka belum, bahkan tidak mengetahui persis hakekat dan esensi demokrasi. Dan mereka hanya mengetahui kulit luarnya saja .
Sementara itu ada pendapat lain menyatakan bahwa sebagai sebuah konsep dan sekaligus juga prinsip, syura dalam Islam tidak berbeda dengan demokrasi. Baik syura maupun demokrasi muncul dari bahwa pertimbangan kolektif lebih mungkin melahirkan hasil yang adil dan masuk akal bagi kebaikan bersama daripada pilihan individual. Dan juga tidak ditemukan indikator bahwa syura sebagai atau tidak sesuai dengan elemen-elemen dasar dari sebuah sistim demokratis.

Persoalan ini betul-betul memerlukan penjelasan yang tuntas dan tegas dari "ulama moderat" yang tidak ekstrim dan tidak pula lalai. Sehingga persoalan bisa didudukkan pada proporsinya yang benar dan Islam tidak lagi dibebani oleh berbagai macam penafsiran yang tidak benar, walaupun hal itu dilontarkan oleh sebagian ulama yang bagaimanapun mereka adalah manusia yang bisa salah dan bisa juga benar . Dan untuk menanggapi masalah tersebut, dalam makalah ini akan diuraikan tentang persoalan-persoalan yang berkaitan dengan demokrasi dan akan dikaitkan dengan esensi syari'at Islam, sehingga dapat disimpulkan tepat tidaknya menggemakan konsep demokrasi sebagai bagian dari interpretasi syura.

 Sikap Islam terhadap demokrasi
Islam adalah agama egalitarian yang tidak membedakan manusia berdasarkan suku, bangsa, agama, ras dan keturunan. Jika terjadi ketidaksamaan diantara mereka, hanya semata-mata karena ketakwaan atau moralitas mereka.
Secara spesifik, dalam Islam tidak menyebutkan adanya demokrasi, tetapi nilai dan prinsip Islam mendukung gagasan universal tentang demokrasi.

Misalnya dalam prinsip Islam yaitu:
1.      ‘Adl (Keadilan)
2.      Syura (musyawarah)
3.      Musawwah (kesetaraan).

Ketiga prinsip itu tidak hanya cocok dengan demokrasi, tetapi jika ditafsirkan secara benar, dalam dirinya sendiri sudah mengandung sebuah bentuk demokrasi. Sehingga, demokrasi adalah sarana terbaik untuk mewujudkan cita-cita kemanusiaan dan cita-cita kemasyarakatan Islam. Prinsip-prinsip itu dapat diimpelemtasikan  di seluruh wilayah publik, akan tetapi kebanyakan ilmuwan Muslim membatasinya pada wilayah politik (siyasah).
      hukum).
  Semua individu bebas melakukan apa saja tanpa Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan hukum. Dari sini kemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti egalite (persamaan), equality (keadilan), liberty (kebebasan), human right (hak asasi manusia),  dst. Di dalam Islam Demokrasi ini masih menjadi bahan perdebatan diantara para Ulama dan intelektual Islam, untuk memposisikan Demokrasi secara tepat kita lihat dulu prinsip-prinsip Demokrasi dari pandangan para ulama, yaitu : Menurut Sadek, J. Sulayman, dalam demokrasi terdapat sejumlah prinsip yang menjadi standar baku. Di antaranya :
a.       Kebebasan berbicara setiap warga negara.
b.      Pelaksanaan pemilu untuk menilai apakah pemerintah yang berkuasa layak didukung kembali atau harus diganti.
c.       Kekuasaan dipegang oleh suara mayoritas tanpa mengabaikan kontrol minoritas
d.      Peranan partai politik yang sangat penting sebagai wadah aspirasi politik rakyat.
e.       Pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
f.       Supremasi hukum (semua harus tunduk pada boleh dibelenggu











Persamaan dan Perbedaan antara Islam dan Demokrasi
Biasanya, setiap prinsip buatan manusia lemah. Jadi, sudah sewajarnya jika demokrasi memiliki cacat. Itulah yang membuatnya berbeda dengan syura Islam. Dalam hal persamaan dan perbedaan antara Islam dengan demokrasi, ada pandangan yang bagus dan seimbang dari salah seorang pemikir Islam dari Mesir, Dr. Dhiyauddin ar Rais.
Persamaan antara Islam dan Demokrasi
Dr. Dhiyauddin ar Rais mengatakan, Ada beberapa persamaan yang mempertemukan Islam dan demokrasi. Namun, perbedaannya lebih banyak. Persamaannya menyangkut pemikiran sisstem politik tentang hubungan antara umat dan penguasa serta tanggung jawab pemerintahan. Akhirnya, ar Rais sampai pada kesimpulan bahwa antara Islam dan demokrasi tidak hanya memiliki persamaan di bidang politik. Lebih dari itu, unsur-unsur yang terkandung dalam demokrasi dan keistimewaannya pun sudah terkandung di dalam Islam. Dalam menerangkan hal itu, dia mengatakan, Jika yang dimaksud dengan demokrasi seperti definisi Abraham Lincoln: dari rakyat dan untuk rakyat pengertian itu pun ada di dalam sistem negara Islam dengan pengecualian bahwa rakyat harus memahami Islam secara komprehensif. Jika maksud demokrasi adalah adanya dasar-dasar politik atau sosial tertentu (misalnya, asas persamaan di hadapan undang-undang, kebebasan berpikir dan berkeyakinan, realisasi keadilan sosial, atau memberikan jaminan hak-hak tertentu, seperti hak hidup dan bebas mendapat pekerjaan). Semua hak tersebut dijamin dalam Islam
Jika demokrasi diartikan sebagai sistem yang diikuti asas pemisahan kekuasaan, itu pun sudah ada di dalam Islam. Kekuasaan legislatif sebagai sistem terpenting dalam sistem demokrasi diberikan penuh kepada rakyat sebagai satu kesatuan dan terpisah dari kekuasaan Imam atau Presiden. Pembuatan Undang-Undang atau hukum didasarkan pada alQuran dan Hadist, ijma, atau ijtihad. Dengan demikian, pembuatan UU terpisah dari Imam, bahkan kedudukannya lebih tinggi dari Imam. Adapun Imam harus menaatinya dan terikat UU. Pada hakikatnya, Imamah (kepemimpinan) ada di kekuasaan eksekutif yang memiliki kewenangan independen karena pengambilan keputusan tidak boleh didasarkan pada pendapat atau keputusan penguasa atau presiden, jelainkan berdasarka pada hukum-hukum syariat atau perintah Allah Swt.
Perbedaan antara Islam dan Demokrasi
Menurut Dhiyauddin ar Rais, ada tiga hal yang membedakan Islam dan demokrasi. Pertama, dalam demokrasi yang sudah populer di Barat, definisi bangsa atau umat dibatasi batas wilayah, iklim, darah, suku-bangsa, bahasa dan adat-adat yang mengkristal. Dengan kata lain, demokrasi selalu diiringi pemikiran nasionalisme atau rasialisme yang digiring tendensi fanatisme. Adapun menurut Islam, umat tidak terikat batas wilayah atau batasan lainnya. Ikatan yang hakiki di dalam Islam adalah ikatan akidah, pemikiran dan perasaan. Siapa pun yang mengikuti Islam, ia masuk salah satu negara Islam terlepas dari jenis, warna kulit, negara, bahasa atau batasan lain. Dengan demikian, pandangan Islam sangat manusiawi dan bersifat internasional. Kedua, tujuan-tujuan demokrasi modern Barat atau demokrasi yang ada pada tiap masa adalah tujuan-tujuan yang bersifat duniawi dan material. Jadi, demokrasi ditujukan hanya untuk kesejahteraan umat (rakyat) atau bangsa dengan upaya pemenuhan kebutuhan dunia yang ditempuh melalui pembangunan, peningkatan kekayaan atau gaji. Adapun demokrasi Islam selain mencakup pemenuhan kebutuhan duniawi (materi) mempunyai tujuan spiritual yang lebih utama dan fundamental. Ketiga, kedaulatan umat (rakyat) menurut demokrasi Barat adalah sebuah kemutlakan. Jadi, rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi tanpa peduli kebodohan, kezaliman atau kemaksiatannya. Namun dalam Islam, kedaulatan rakyat tidak mutlak, melainkan terikat dengan ketentuan-ketentuan syariat sehingga rakyat tidak dapat bertindak melebihi batasan-batasan syariat, alQuran dan asSunnah tanpa mendapat sanksi.
Menurut Islam, kekuasaan tertinggi bukan di tangan penguasa karena Islam tidak sama dengan paham otokrasi. Kekuasaan bukan pula di tangan tokoh-tokoh agamanya karena Islam tidak sama dengan teokrasi. Begitupun bukan di tangan UU karena Islam tidak sama dengan nomokrasi atau di tangan umat karena Islam bukan demokrasi dalam pengertian yang sempit. Jawabannya, kekuasaan tertinggi dalam Islam sangat nyata sebagai perpaduan dua hal, yaitu umat dan undang-undang atau syariat Islam. Jadi, syariat pemegang kekuasaan penuh dalam negara Islam. Dr. Dhiyauddin ar Rasi menambahkan, jika harus memakai istilah demokrasi tanpa mengabaikan perbedaan substansialnya sistem itu dapat disebut sebagai demokrasi yang manusiawi, menyeluruh (internasional), religius, etis, spiritual, sekaligus material. Boleh pula disebut sebagai demokrasi Islam atau menurut al Maududy demokrasi teokrasi.
Demokrasi seperti itulah yang dipahami aktivis Islam termasuk Ikhwanul Muslimun saat terjun di dalam kehidupan politik dan bernegara di negara demokrasi. Ustadz Mamun al Hudhaibi hafizhahullah pernah ditanya pandangan Ikhwan tentang demokrasi dan kebebasan individu. Katanya, Jika demokrasi berarti rakyat memilih orang yang akan memimpin mereka, Ikhwan menerima demokrasi. Namun, jika demokrasi berarti rakyat dapat mengubah hukum-hukum Allah Swt dan mengikuti kehendak mereka, Ikhwan menolak demokrasi. Ikhwan hanya mau terlibat dalam sistem yang memungkinkan syariat Islam diberlakukan dan kemungkaran dihapuskan. Menolong, meskipun sedikit, masih lebih baik daripada tidak menolong. Mengenai kebebasan individu, Ikhwan menerima kebebasan individu dalam batas-batas yang dibolehkan Islam. Namun, kebebasan individu yang menjadikan muslimah memakai pakaian pendek, minim dan atau seperti pria adalah haram dan Ikhwan tidak akan toleran dengan hal itu.
  
DAFTAR PUSTAKA
·         http://serbamakalah.blogspot.com/2013/03/hukum-ham-dan-demokrasi-dalam-islam_6683.html  18 Oktober 2013 pukul 08.30 WIBBottom of Form
·         http://auhafiqah.blogspot.com/2013/03/pandangan-islam-terhadap-hak-asasi.html  18 Oktober 2013 pukul 08.40 WIB



1 komentar:

  1. The world's biggest gambling site - Lucky Club Live
    A new place to play for real money is being built. Bet365 is a new betting site in the UK. They are currently offering a £10 luckyclub.live minimum deposit and £20 free bet on

    BalasHapus